Mbah Raminah
“Ibu” Para Gandrung Banyuwangi
“Ibu” Para Gandrung Banyuwangi
telah Semi sembuh dari sakitnya yang parah.GANDROENG Van Banjoewangi yang di tulis oleh John Scholte adalah
satu-satunya literatur yang agak jelas menulis tentang sejarah
seni-budaya Banyuwangi. Dalam tulisan yang diterbitkan sekitar tahun
1927 itu, ada bagian yang mengungkap tentang kronologi tampilnya Semi
sebagai penari gandrung wanita pertama di Banyuwangi. Itu terjadi
sekitar tahun 1895, seSebelum tampil sebagai penari gandrung profesional, Semi adalah seorang
penari seblang di Desa Bakungan. Konon, ia jadi penari Seblang itu
karena nadzar dari ibundanya, Raminah. Dan tampilnya Semi sebagai
seorang penari gandrung wanita pertama, sekaligus merupakan akhir dari
era gandrung lanang, dengan penari terakhirnya bernama Marsan.
Semi yang terlahir dari pasangan Midin (asal Ponorogo) dan Raminah (asal
Semarang), penduduk Dusun Cungking (sekarang termasuk wilayah Kelurahan
Mojopanggung, Kecamatan.Giri), mempunyai saudara 7 orang. Kakaknya yang
pertama seorang perempuan bernama Midah. Dan ia sendiri adalah anak
nomor dua, kemudian disusul Kulbahari, Suyati, Kalidjo, Misti,
Mustadjab, dan Miyati. Setelah Semi, ke tiga adik-adiknya yaitu Suyati,
Misti, dan Miyati, juga mengikuti jejaknya sebagai penari gandrung.
Dari hasil perkawinannya dengan Sutomo, Semi melahirkan 14 orang anak, 6
perempuan dan 8 laki-laki. Mereka adalah: Sutrani, Suwoto, Sutiyah,
Sunar, Sumo, Sudiyo, Ngadiyo, Djumhar, Djuri, Supatiyah, Supadeni,
Suwati, Suwanah, dan Suwari. Dan dari 6 orang anak perempuannya itu,
hanya satu yang menjadi penari gandrung, yaitu yang bernama Suwanah.
Selain Suwanah, generasi ke dua penari gandrung setelah generasi Semi
dan ke tiga adiknya, adalah Sutinah (anak kakaknya, Midah), dan Sundari
(anak Suyati).
Dinasti gandrung dari keluarga Midin dan Raminah
ini terus berlanjut, ketika putra-putri Semi juga melahirkan para
penari gandrung. Cucu-cucu Semi yang menjadi gandrung ada 6 orang yaitu :
Suhaemah dan Sudartik (anak Ngadiyo), Suprapti, Armulik/Lilik, dan
Wiwik Sumartini (anak Djumhar), serta Sumarmi (anak Djuri).
Dari garis keturunan Midin dan Raminah ini, yang sampai sekarang masih
aktif jadi gandrung hanya tinggal Wiwik Sumartini atau yang lebih
dikenal dengan Gandrung Wiwik. Namun demikian, bukan berarti “dinasti
gandrung” Banyuwangi akan segera berakhir. Sebab, di luar garis
keturunan Midin dan Raminah itu, kini sudah semakin banyak bermunculan
para penari gandrung muda. Mereka-mereka itulah yang nantinya akan
meneruskan “generasi gandrung” di Banyuwangi. (eko budi setianto)