Sinopsis Buku " POLITIK SANTET "
Periode Politik
Genjer-genjer.
Bab ini mengupas tentang lagu genjer-genjer ciptaan
seniman Banyuwangi yang diklaim oleh PKI sebagai lagu wajib mereka. Dengan 3
sub judul: “Peristiwa Cemetuk 18 Oktober 1965”, “Berakhirnya Periode PKI” dan “Butuh
Rehabilitasi Kultural”, periode ini menceriterakan tentang suramnya sejarah
politik Indonesia mulai dari pembantaian para jenderal, sampai terjadinya
pembantaian warga NU di Desa Cemethuk, Cluring, yang kejadiannya hanya selang
18 hari setelah peristiwa di lubang buaya Jakarta.
Disambung dengan masa pemerintahan rezim orde baru, yang
mendoktrinasi warga tdntang kebenaran sejarah menurut versi penguasa, melalui
film G-30-S PKI yang diputar secara rutin setiap tahun di TVRI.
Periode Politik
Santet.
Bab ini banyak berceritera tentang peristiwa pembunuhan
massal dengan dalih dukun santet yang pernah terjadi di Banyuwangi pada tahun
1998. Peristiwa yang banyak disimpulkan sebagai setting gerakan politik nasional menjelang tumbangnya rezim
Soeharto itu telah memakan ratusan korban jiwa warga Banyuwangi yang sebagian
besar adalah warga NU.
Peristisa tersebut menjadi salah satu refferensi tentang
gerakan perlawanan yang dilakukan secara massif oleh masyarakat Banyuwangi –
termasuk warga Using – yang tercatat sebagai gerakan massa yang berhasil
melengserkan kedudukan bupati. Paska kejadian tersebut, Banyuwangi kemudian
kembali dipimpin oleh putra daerahnya sendiri (Samsul Hadi) setelah 32 tahun
dipimpin oleh orang dari luar Banyuwangi.
Selanjutnya, Bab ini
juga mengupas tentang tiga elemen kekuatan politik Banyuwangi yang harus dijaga
keseimbangannya oleh penguasa (Bupati). Keseimbangan tiga elemen tersebut
sangat berpengaruh terhadap konstelasi politik Banyuwangi, sebagaimana fakta
yang terjadi dalam beberapa periode kepemimpinan bupati.
Semangat Politik Umbul-umbul Blambangan
Bab ini banyak
mengangkat tentang dinamika politik di Banyuwangi pada masa-masa transisi dari
system politik orde baru yang otoriter ke dalam system politik bebas di era
reformasi, yang ditandai dengan adengan aksi-aksi lokal seperti; aksi
pemblokiran pelabuhan penyeberangan ketapang, pembentukan pasukan berani mati
untuk membela Gus Dur dan sebagainya.
Bab ini juga
secara khusus mengupas tentang dinamika politik lokal yang mampu memunculkan
sejumlah nama tokoh politik yang sangat berpengaruh di Banyuwangi. Tentang
Samsul Hadi yang dianggap sebagai “Tumbal Politik”, tentang
Drama Politik Tiga Insinyur, tentang Insiden “Gelas Pecah” di ruang tengah pendopo, yang
menurut catatan semuanya berawal dari Internal NU.
Dinamika politik itu menjadi bagian dari serunya Carut-Marut Pilkada 2005, yang kemudian membuat si “Kuda Hitam” Ratna Ani Lestari lolos sebagai bupati
terpilih tanpa diperkirakan sebelumnya. Selanjutnya, juga diungkap tentang
bagaimana para politisi yang terlibat dalam dinamika politik Banyuwangi itu
saling Balas Dendam dengan cara bongkar-bongkaran kasus korupsi yang dilakukan
oleh lawan-lawan politiknya. Bab ini juga mengungkap tentang tokoh sentral PKB,
Abdurrahman Wahid, yang pada saat di Banyuwangi sempat dilempar gelas aqua oleh
warga PKB sendiri.
Uang Politik dan Politik Uang.
Bab ini mencoba
menggambarkan tentang berbagai fenomena politik uang yang terjadi di hampir
setiap momen politik. Mulai dari Idealisme yang terkapar diatas tumpukan uang,
sampai dengan penggambaran tentang bagaimana Politik, Hukum dan Uang Saling mengadu
kesaktian. Selain itu, juga diungkap tentang pasangan pemenang Pilkada 2005
yang sengaja “digantung” kepastiannya oleh DPRD dalam rangka meningkatkan daya
tawar.
Secara khusus Bab ini juga mengupas tentang bagaimana
terjadinya tindakan korupsi serta alasan-alasan terjadinya korupsi tersebut.
Sementara, melalui sub judul: Kejamnya Ibu Tiri, Tak Sekejam Ibu Ratna, lebih
banyak berceritera tentang bagaimana seorang penguasa menggunakan trik
andalannya untuk memperoleh keuntungan pribadi serta beberapa bawahan yang
menjadi korban tindakan korupsi yang dilakukan atasannya.
Wakil Rakyat dan Dendam
Politik
Bagian ini mengungkap tentang sejumlah politisi yang
masuk penjara karena terlibat kasus korupsi. Masuknya mereka kedalam penjara
itu bukan semata karena kesalahan yang dilakukannya, tetapi lebih sebabkan oleh
terjadinya balas dendam antar politisi sendiri. Modusnya, mereka saling
membongkar-bongkar kasus yang menimpa lawan politiknya, kemudian mendorong
aparat penegak hukum untuk memprosesnya.
Pada Sub judul “Reuni Di Balik
Tembok Penjara”, diungkap tentang sejumlah politisi yang menjadi korban
balas dendam para lawan politiknya, yang saling bertemu didalam penjara. Dan
pada sub judul; “Si Biangkerok yang Kualat Politik”,
diceriterakan tentang lima orang mantan komisioner KPUD Banyuwangi yang menjadi
pelaksana Pilkada, akhirnya terjerembab masuk ke dalam penjara setelah
tersandung kasus korupsi sisa anggaran Pilpres tahun 2004.
Melodrama Pilbup
2010
Bab ini banyak mengungkap tentang dinamika politik
Banyuwangi mulai menjelang dan sesudah pelaksanaan Pilbup 2010. Pada sub judul;
Kembali ke Partai Golkar diceriterakan tentang
paniknya Ratna saat mencari partai pengusung. Setelah diabaikan oleh PDI
Perjuangan, lalu di potong kompas oleh Anas melalui DPP Partai Demokrat,
kemudian mencoba lewat jalur independen, akhirnya Ratna kembali ke kandang
Partai Golkar.
Pada sub judul; Ratna Gandeng
Pebdi, diungkap tentang bagaimana perjalanan Ratna yang dikhianati Gus
Yus, sampai upaya Ratna mencari calon wakil bupati sebagai pendampingnya,
sampai akhirnya memilih Pebdi Arisdiawan. Selanjutnya, pada sub judul; Pebdi “Dihabisi”, dibeber tentang bagaimana kronologi
Pebdi menjadi korban Pilbup setelah dipecat dari keanggotaan partai Golkar yang
dipimpinnya.
Sebagai
pelengkap, pada sub judul; Emillia Contessa Nyaris
Batal Mendaftar dikisahkan tentang menghilangnya Ketua DPC Partai
Gerindra, H Nauval Badri, yang sempat menjadi perhatian khusus pucuk pimpinan
Gerindra, Prabowo Subianto. Tanpa tanda-tangan Nauval Badri, Emillia Contessa
dipastikan gagal untuk mendaftar.
Lalu
pada sub judul; Pencalonan “RaPi” Kandas, diungkap
tentang buyarnya mimpi Ratna untuk kembali memimpin Banyuwangi setelah KPUD
menyatakan pasangan RaPi tidak lolos verifikassi. Dan terakhir, melalui sub
judul; Pemilukada
2010, Banyuwangi “Dikepung” Polisi, mengungkap tentang tegangnya pelaksanaan Pemilukada
Banyuwangi 2010.