KMB-SUKSESI - Rekrutmen Tenaga Harian Lepas dan Outsorching
Dalam surat GEBRAK diuraikan, pasal 88 UU No 13 Tahun 2003 bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dengan terbitnya Surat Edaran Mennakertrans No B.31/PHIJSK/I/ 2012 tanggal 20 Januari 2012 tentang putusan Mahkamah Konstitusi No:27/PUU-IX/2012 tanggal 17 Januari 2012 yang lebih menjelaskan tentang sistim kontrak kerja membuat pekerja kehilangan hak-hak jaminan kerja seperti yang dinikmati pekerja tetap sehingga menyebabkan para pekerja kontrak/harian lepas kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja.
Dilain hal pola rekruitmen 98 orang tenaga harian lepas satpol PP masih dianggap ala kadarnya oleh sebagian masayarakat, mengingat dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004 tentang pedoman satuan polisi pamong praja, pada BAB VI pasal 13 ayat (1) persyaratan untuk dapat diangkat sebagai polisi pamong praja harus Pegawai Negeri Sipil dan serendah-rendahnya berpangkat Pengatur Muda (II/a), lalu bagaimana kalau hanya berstatus tenaga harian lepas? Apakah mereka mempunyai dasar hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya? Sedangkan diklat yang dilakukan pun di disain sendiri menyesuaikan anggaran yang ada. Kalau rekruitmen salah, sistimnya juga pasti salah, buntutnya akan menghasilkan orang yang salah. Dan seharusnya pemerintah daerah berkaca pada banyaknya peristiwa tindak kekerasan satpol PP ketika menghadapi persoalan dengan masyarakat. Seperti pengusuran PKL, penertiban pasar tumpah dan lainnya.
Permasalahan rekruitmen tenaga harian lepas ini pun juga menjadi perhatian besar elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Buruh dan Rakyat untuk Keadilan (GEBRAK). Elemen tersebut, melayangkan surat bernada somasi No 03/ext/GEBRAK /Bwi/2012 tanggal 24 Januari 2012 ditujukan kepada Bupati Abdullah Azwar Anaz dan Ketua DPRD, Hermanto, SE.
GEBRAK menuding Bupati/pemerintah daerah telah melakukan perbuatan melawan hokum dengan tidak menjalankan amanat UU No 13 Tahun 2003 agar segera meminta maaf pada seluruh masyarakat Banyuwangi yang disampaikan melalui media serta mendesak DPRD Banyuwangi melakukan hak interpelasi atau hak angket terkait kebijakan Bupati. “Kalaupun hal tersebut tidak dilaksanakan, setelah 14 hari maka GEBRAK akan mendaftarkan gugatan warga Negara ke Pengadilan Negeri Banyuwangi,” tegas Koordinator GEBRAK, M. Helmi Rosyadi dalam suratnya.
Seharunya pemda bersikap lebih hati hati dalam menggunakan atau membelanjakan keuangan negara. Karena salah dalam aturan berarti bisa menumbuhsuburkan indikasi terjadi praktek korupsi.
Guna memenuhi kapasitas kerja yang tidak mungkin dilaksanakan dengan keberadaan personil / tenaga yang ada, maka pemerintah daerah melalui kantor Satpol PP serta Dinas Kebersihan dan pertamanan mengambil langkah merekrut 554 orang tenaga harian lepas dengan gaji yang diambilkan dari APBD pada pos rekening belanja jasa program SKPD tersebut, senilai Rp 500 ribu perbulan, informasi ini dibenarkan oleh anggota komisi I DPRD Banyuwangi, Drs Suminto, MM saat wawancara pada SUKSESI, setelah rapat dengar pendapat dengan SKPD terkait rekruitmen THL yang dipersoalkan beberapa elemen masyarakat. Terutama dengan tidak dijalankannya amanat UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan dan Peraturan Menakertrans No 17 Tahun 2005 terhadap pemenuhan komponen kebutuhan hidup layak, 2 (dua) aturan ini yang seharusnya menjadi acuan pemerintah.
“Kecilnya upah ini yang menjadi persoalan, kedepan pemerintah daerah harus lebih manusiawi dalam memberlakukan mereka,“ ucap Suminto.
Kepada wartawan, Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Pemkab Banyuwangi Arif Setyawan. Menurut Arif, pemkab tak melanggar hukum tenaga kerja seperti yang dituduhkan serikat pekerja itu.
“Mereka tak bisa diposisikan sebagai buruh yang mendapatkan UMR penuh karena hanya kerja rata-rata 2 jam," katanya. (har/coi)