Oleh : Azy Athoilah
Pilih Dia atau Dia???
Event lima tahunan ini begitu semarak. Gaungnya setingkat dengan PON, SEA Games, maupun Piala Dunia. Betapa tidak, setiap orang yang ada di Indonesia mulai dari lapisan paling bawah sampai lapisan paling atas. Hampir semua lapisan masyarakat tersebut membicarakan pilkada. Ada yang mengatakan pasangan A paling bagus, ada yang mengatakan pasangan B yang paling bagus, ada juga yang mengatakan pasangan C yang paling bagus.
Lantas, siapa yang paling dominan untuk mendapat simpati rakyat..???
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita putar ulang sejarah yang telah lalu, saat pilkada DKI putaran pertama.
Saat itu, muncul kejutan politik dalam pilkada DKI. Kemenangan telak pasangan JokoWidodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) menjadi suatu hal yang fenomenal yang membuat banyak kalangan tercengang tak percaya. Sebab hasil survey sebelumnya, rata-rata berkesimpulan pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) yang bakal keluar sebagai pemenang. Bahkan digadang-gadang bakal unggul dalam satu putaran.
Kejutan kembali berlanjut saat detik-detik terakhir putaran pertama. Muncul perkiraan bahwa pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin akan menjadi kuda hitam. Kenyataanya, Jokowi-Ahok telah memutarbalikkan semua hail survey diatas dengan perbedaan suara sebesar 8,27 persen disbanding pesaingnya (Kompas, 12/7).
Sunggu suatu fenomena yang luar biasa sekaligus menjadi tanda Tanya besar sampai saat ini.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Pilkada kali ini…???
Apakah ada hal-hal gaib yang ikut andil, atau karena faktor X ???
Berdasarkan analisis paa pengamat politik, mereka berpendapat, bahwa hal ini merupakan isyarat kuat dari masyarakat yang menginginkan perubahan atau dalam istilah kerennya disebut dengan “agent of change”.
Masyarakat kita sudah mulai jenuh dengan kesulitan hidup, ketidaknyamanan, dan masalah keamanan yang kian mencekik masyarakat bawah.
Ada juga yang mengatakan bahwa masyarakat saat ini sudah mulai kritis terhadap calon pemimpinnya. Mereka tidak mau memilih calon yang hanya umbar janji muluk-muluk, tapi tidak punya kualitas yang mumpuni. Kita ambil contoh parpol GOLKAR yang mengusung pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono. Mereka hanya bisa menggalang suara sebanyak 4,74 persern saja dan berada diurutan kedua dari bawah setelah pasangan Hendra Soepanji-A Riza Patria. Ironis sekali, sebuah parpol terbesar kedua, yang sarat pengalaman, mempunyai kader yang tersebar dimana-mana tapi hanya berada diurutan kedua dari bawah..???
Ini menjadi bukti nyata, bahwa masyarakat sudah tidak mau diam dan hanya menjadi boneka yang diatur oleh “orang-orang atas”. Benar kata Tjipta Lesmana bahwa iklan yang dipakai pasangan GOLKAR (baca: tiga tahun bisa) tidak masuk akal sama sekali dan murahan.
Hal inilah yang perlu diantisipasi oleh para calon pemimpin masa depan, Mindset seperti apakah yang akan mereka tanamkan kedalam pikiran masyarakat????
Kita tunggu saja action mereka. (aze)
Pilih Dia atau Dia???
Event lima tahunan ini begitu semarak. Gaungnya setingkat dengan PON, SEA Games, maupun Piala Dunia. Betapa tidak, setiap orang yang ada di Indonesia mulai dari lapisan paling bawah sampai lapisan paling atas. Hampir semua lapisan masyarakat tersebut membicarakan pilkada. Ada yang mengatakan pasangan A paling bagus, ada yang mengatakan pasangan B yang paling bagus, ada juga yang mengatakan pasangan C yang paling bagus.
Lantas, siapa yang paling dominan untuk mendapat simpati rakyat..???
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita putar ulang sejarah yang telah lalu, saat pilkada DKI putaran pertama.
Saat itu, muncul kejutan politik dalam pilkada DKI. Kemenangan telak pasangan JokoWidodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) menjadi suatu hal yang fenomenal yang membuat banyak kalangan tercengang tak percaya. Sebab hasil survey sebelumnya, rata-rata berkesimpulan pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) yang bakal keluar sebagai pemenang. Bahkan digadang-gadang bakal unggul dalam satu putaran.
Kejutan kembali berlanjut saat detik-detik terakhir putaran pertama. Muncul perkiraan bahwa pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin akan menjadi kuda hitam. Kenyataanya, Jokowi-Ahok telah memutarbalikkan semua hail survey diatas dengan perbedaan suara sebesar 8,27 persen disbanding pesaingnya (Kompas, 12/7).
Sunggu suatu fenomena yang luar biasa sekaligus menjadi tanda Tanya besar sampai saat ini.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Pilkada kali ini…???
Apakah ada hal-hal gaib yang ikut andil, atau karena faktor X ???
Berdasarkan analisis paa pengamat politik, mereka berpendapat, bahwa hal ini merupakan isyarat kuat dari masyarakat yang menginginkan perubahan atau dalam istilah kerennya disebut dengan “agent of change”.
Masyarakat kita sudah mulai jenuh dengan kesulitan hidup, ketidaknyamanan, dan masalah keamanan yang kian mencekik masyarakat bawah.
Ada juga yang mengatakan bahwa masyarakat saat ini sudah mulai kritis terhadap calon pemimpinnya. Mereka tidak mau memilih calon yang hanya umbar janji muluk-muluk, tapi tidak punya kualitas yang mumpuni. Kita ambil contoh parpol GOLKAR yang mengusung pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono. Mereka hanya bisa menggalang suara sebanyak 4,74 persern saja dan berada diurutan kedua dari bawah setelah pasangan Hendra Soepanji-A Riza Patria. Ironis sekali, sebuah parpol terbesar kedua, yang sarat pengalaman, mempunyai kader yang tersebar dimana-mana tapi hanya berada diurutan kedua dari bawah..???
Ini menjadi bukti nyata, bahwa masyarakat sudah tidak mau diam dan hanya menjadi boneka yang diatur oleh “orang-orang atas”. Benar kata Tjipta Lesmana bahwa iklan yang dipakai pasangan GOLKAR (baca: tiga tahun bisa) tidak masuk akal sama sekali dan murahan.
Hal inilah yang perlu diantisipasi oleh para calon pemimpin masa depan, Mindset seperti apakah yang akan mereka tanamkan kedalam pikiran masyarakat????
Kita tunggu saja action mereka. (aze)