Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

Budaya Osing Dalam Sebuah Jawaban

Share this history on :
Dikutip dari posting FB Bayang Kanubaya pada 24 Agustus 2012 pukul 10:28 ·

1. Symbol Ular Berkepala Manusia. Beberapa saat yang lalu symbol Ular Berkepala Manusia di depan Kantor Pemkab Banyuwangi dibongkar. Sebenarnya symbol itu memiliki makna historis yang luar biasa, sayang rasanya jika dibongkar tanpa ada upaya mengganti dalam 'musium realif' sebagai khasanah kekayaan budaya Banyuwangi. Ular Berkepala Manusia adalah wujud dari tokoh pewayangan yang bernama Onto Rejo, yang dapat/bisa hidup dalam tanah. Mengapa symbol itu digunakan di Banyuwangi? Ini sejarah, bukan legenda. Pada jaman kepemimpinan Prabu Tawang Alun pergolakan dan perlawanan terhadap penjajah sudah dikobarkan, yang kemudian diteruskan oleh Wong Agung Wilis, Sayu Wiwit dan punggawa - punggawa kerajaan Blambangan lainnya. Perang melawan penjajah dilakukan secara terbuka maupun dibawah tanah. Sejak saat itulah para tokoh punggawa kerajaan berinovasi mensosialisasikan symbol Ular Berkepala Manusia sebagai symbol perlawanan di bawah tanah yang harus di pasang pada tempat atau benda yang mudah dilihat manusia sebagai bentuk 'perintah raja' agar rakyat ikut serta berjuang dibawah tanah melawan penjajah. Tidak mengherankan jika kita melihat symbol Ular Berkepala Manusia itu terpasang di rancak gamelan angklung dan gong, di balai - balai pertemuan, di tempat - tempat strategis, dll. Sebuah symbol kedaerahan pastilah dibuat untuk memaknai dan melambangkan hal-hal yang positif. Tetapi tiba - tiba ada apresiasi kekinian yang menterjemahkan symbol Ular Berkepala Manusia sebagai makna sifat orang Banyuwangi yang licik seperti ular. Anggapan seperti itu jelas tidak sesuai dengan tujuan penggagas awal, para pendahulu kita yang nota bene 'pahlawan' bagi kita. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya? Narasumber: Budi Ismanto, transfer penjelasan dari Almarhum Ayahandanya: Sachyar (Pejuang '45) 

2. Kampung Budaya Using. Adalah Ir. Samsul Hadi, mantan Bupati Banyuwangi, beliau telah berhasil membuat etalase Kampung Budaya Using yakni Desa Kemiren. Beliau sungguh piawai, welcome dan cinta terhadap Budaya Using dengan membuktikan tindakan, apresiasi dan penyatuan cinta yang mengejawantah dengan budaya tanah kelahirannya secara bertanggung jawab. Namun masih ada saja yang berkomentar bahwa yang telah dilakukan beliau kurang tepat, seharusnya bukan Desa Kemiren, tapi ada desa lain yang lebih pantas daripada Kemiren. Pendapat yang seperti ini adalah sah sah saja, tapi mestinya harap disadari bahwa pelestarian Budaya Using bukan hanya tanggung jawab Ir. Samsul Hadi saja. Jika dirasa ada sebuah atau beberapa nilai budaya yang perlu dietalasekan lagi, ya seharusnya itu menjadi kewajiban kita semua untuk membuat etalase baru sebagai pendamping etalase yang sudah ada , bukan malah melemahkannya Bersyukurlah kita pernah mempunyai Bupati yang sangat perhatian terhadap Budaya Using dalam konteks keasliannya. Narasumber: Budi Ismanto. 

3. Budayawan Banyuwangi. Saat ini banyak bermunculan orang - orang yang mendalami dan berusaha melestarikan Budaya Using. Jika boleh dengan istilah lain: 'banyak bermunculan Budayawan Using' Bahkan diantaranya ada yang mempunyai beground bukan keturunan orang osing. Mungkin ada yang bertanya tanya, kok bisa ya? Terus bagaimana ini? Ada lagi yang beranggapan aneh dan lucu. Anggapan dan pertanyaan diatas sebenarnya tidak perlu, kita tidak boleh meragukan siapapun dalam perjuangan terhadap pelestarian Budaya Using. Justru kita harus berterima kasih jika ada pengusaha, tokoh muda maupun instrumen lain yang banyak berbuat dan mengupas Budaya Using dengan maksud melestarikannya. Mudah - mudahan 'mereka' benar- benar iklas menjadi budayawan yang mengabdi pada budaya itu sendiri, tidak untuk tujuan lain yang menguntungkan pribadi maupun golongan/kelompok - kelompok tertentu. Amin Jadi tidak perlu dipermasalahkan. Narasumber: Budi Ismanto. 

4. Bahasa Using. Dimasukannya Bahasa Using dalam Kurikulum Muatan Lokal adalah langkah yang tepat. Hal ini bukanlah terlalu dipaksakan Selain bertujuan melestarikan budaya Using, juga merupakan bentuk penghormatan terhadap suku Using. Ada pepatah: 'dimana bumi dipijak, langit dijunjung'. Selain itu juga dalam rangka berkeadilan. Bukankah kita juga diwajibkan mengikuti pelajaran Bahasa Jawa? Bagaimana mungkin kita yang tinggal di Kabupaten Banyuwangi tidak 'mengenal' bahasa Banyuwangi dalam hal ini Bahasa Using? Syukurlah saat ini bahasa Using sudah berkembang pesat. Coba kita amati, hampir 70 % lebih radio - radio amatir di Kabupaten Banyuwangi membuat program siaran/acara dengan menggunakan bahasa pengantar Bahasa Using. 

Narasumber: Budi Ismanto KEBERSAMAAN DAN CINTA ADALAH KEKUATAN UTAMA DALAM PELESTARIAN BUDAYA (Nota bene: Dengan segala kerendahan hati, Budi Ismanto adalah rakyat biasa yang bukan budayawan)
Thank you for visited me, Terima kasih telah mengunjungi website kami
www.KAUKUSMUDABANYUWANGI.com